Hey, sudah pernah merasakan gempa? Kapan pertama kalinya kamu diperkenalkan tentang efek gempa secara langsung? Bagaimana benda2 itu bergerak, apa kamu pernah melihatnya? Bagaimana dengan suaranya?
Saia yakin, ada diantara kalian yang pernah merasakannya secara langsung, bahkan berlangsung sangat mengerikan. Tapi, saia juga yakin ada yang belum merasakan. Hanya tau dari media2. Melihat dan mendengar, tapi, belum pernah merasakan. Bagaikan hanya sebuah mimpi mengerikan dan tak ingin mengalaminya.
Cuaca hari ini di kamar kostku. Sekitar jam 6 pagi (060209). Terdengar suara diluar. Bersuara begitu kencang. Reaksi pertama saia adalah, Terdiam kaku, merasakan kegugupan yang luar biasa, dan merasa aneh. Pertanyaan yang langsung terjawab dalam benak saia-pun terjadi.
“koq tidak ada yang berderak?”
“padahal bunyinya cukup keras?”
“kenapa tanah yang kupijak tak bergetar sedikitpun?”
. . .
“oh, hanya angin yang bertiup kencang saja. Yang menggetarkan setiap benda (yang berada diatas tanah) yang dilewatinya. Dan tiupan angin itu berada diatas tanah. Tanah ‘mungkin’ takkan berderak hanya karena angin..”
Tahun 2005, saat itu saia sedang berada disekolah, Minggu sore, bersama kawan2 dan pelatih sedang berlatih Taekwondo. Saat itu sangat menyenangkan. Padahal waktu itu, ayah saia sangat tidak mengijinkan saia ikut ekskul itu. Tapi, dengan berbagai alasan saia bisa membujuknya. ‘itu cuma masalah teknik, kan?’. Kakak saia yang pertama sedang kuliah di Bandung. Kakak saia yang kedua, sedang berada di Pekanbaru, untuk mengikuti ujian untuk masuk salah satu Universitas terkemuka di Indonesia. Orangtua saia sedang berada di pertokoan untuk membeli berbagai macam kain. Om saia, yang tinggal bersama kami, sedang berada dalam perjalan pulang dari kawasan kampusnya, sehabis belajar bersama kawan sejurusannya.
Tak terpikirkan oleh kami saat itu, dalam suasana terpecah begitu, tanpa persiapan apapun. Saia tidak ingat jam berada persisnya. Karena saat itu berada diantara waktu pertengahan latihan sampai sudah akan selesai. Mungkin jam 5 kurang. Saat itu sedang berlangsung sparing, entah siapa melawan siapa (mana mungkin saia bisa ingat? Kejadian itu..). Saat itu posisi kami sedang duduk melingkar dilapangan sekolah kami. Melihat dengan cermat dan bersorak, meramaikan sparing yang sedang dilakukan teman ditengah lingkaran.
Seseorang berkata dengan raut bingungnya…
“kak..kak.. koq pohon itu goyang?”
Kata seorang adik kelas laki2 saia disebelah saia yang suaranya tak lagi bisa digolongkan berbisik karena saat itu juga hampir semua orang dilapangan itu melihat kepohon yang ditunjuk dan mulai melihat pohon yang lainnya. Semua bergoyang. Dan mulailah, bergerak seakan merambat ke bangunan2 sekolah terawat kami yang cukup tua umurnya. Semua jendela berderak. Sebagian dari kami masih terkesima ditengah lapangan, dalam posisi berdiri, guru yang mengajar kami hanya sekejap terkesima, lalu berdiri menghampiri motornya, padahal saat itu Bumi MASIH berderak kencang. Setelah belasan detik, guru kami mulai tersadar akan kehadiran kami yang sempat terlupakan karena perasaan tegang yang, ayolah! Semua di lapangan saat itu bahkan hampir tidak menyadari apa yang sedang dilakukannya, berdiam atau sedang bergerak!!
Beliaupun menginstruksikan dengan suara khasnya (kami tersadar oleh suaranya yang selalu bergema di telinga kami), bahwa latihan selesai, jangan panik, dan segera menuju rumah. Jangan ragu! Kuatkan mental!
Saat itu saia sadar sedang berpelukan dengan dua teman saia, Putti dan Uli, sedang berdoa, menyebutkan doa2 dengan panik, karena begitu mengerikan, yang terpikirkan hanya itu, dan begitu sadar, Putti, memperlihatkan wajah sangat pucat. Rumahnya berada ditepi pantai, garis depan sasaran tsunami, dan hampir seluruh anggota keluarganya saat itu berada dirumah. Uli yang ternyata rumahnya juga berada di kawasan bahaya tsunami merasa kalut. Dan saia, yang hampir seluruh anggota keluarga terpencar-pencar, dan rumah berada tak jauh dari pantai, yang ternyata masuk dalam kawasan bahaya tsunami. Tak ada satupun diantara kami merasa aman. Karena itu, satu2nya yang kami lakukan saat itu hanya menguatkan kawan kami.menguatkan Putti utamanya, dan menyuruh tenang untuk segera pulang yang tak terelakkan lagi juga ditujukan kepada diri sendiri. Dan saa itu Bumi MASIH bergerak.
Tanpa berganti baju. Mengambil tas. Berlari sekuat tenaga menuju rumah. Naik kendaraan yang mau mengangkut. Semua wajah panik. Terakhir berpisah, raut wajah Putti pucat, pias, mulai berlinang air mata, ditemani Uli.
Sampai dirumah, Om saia sudah berada diluar pagar, menatap nanar kearah rumah, baru setengah pertanyaanku padanya, ia langsung meminta kunci rumah pada saia. Kami menerobos masuk kedalam rumah, vas bunga diruang tamu jatuh. Kondisi rumah berantakan sekali. Barang jatuh dimana-mana untungnya bukan barang pecah belah, tak banyak bisa ditemukan disana. Saia menuju kamar saia, whiteboard jatuh, lampu belajar yang tadinya berada diatas meja juga terjatuh, menumpahkan isi tempat pensil penuh berukuran besar, sehingga isinya menyeruak kemana-mana. Lalu terdengar suara mobil diluar, dimatikan dengan panik. Saia menghampiri orangtua saia dan masih diluar untuk menjelaskan keadaan. Baru beberapa detik menjelaskan, Bumi kembali BERGERAK KENCANG. Kami hanya bisa berpelukan dan menyebut-nyebut nama Tuhan kami. Dan melihat Om saia berlari keluar, keseimbangannya kacau sekali.
Tak ada yang berani masuk rumah, semua warga disana berada diluar, paling berani hanya diteras. Radio diperbesar volumenya. Memperdengarkan suara gubernur kami. Bukan lagi walikota! Tentu gempa ini sangat besar, bukan hanya dikota Padang, yang ternyata menjadi pusat gempa ternyata banyak tempat. Dikota tetangga dan di kawasan pantai padang. Meminta tenang.
Semua itu mengerikan, dan saat itu masih tahun 2005. Dan sekarang tahun 2009. Tak ada yang terlupa dengan kejadian itu. Saat itu saia mengerti begitu mengerikan saat merasa Bumi berguncang. Saia tidak dapat membayangkan sangat mengerikan keadaan di Aceh sebelumnya. Gempa besar dan tsunami datang menyerbu dan menghabisi banyak nyawa tak terhitung.